Soleh, si Office Boy cilik. |
Sesekali ia mengangkat kepalanya, kemudian memainkan silet yang ia pegangi di tangannya. Soleh merupakan salah satu office boy (OB) di kampus FBS. Dari beberapa OB lainnya, Soleh lah yang paling muda. Anak ketiga dari lima bersaudara ini mengaku tak lagi bersekolah, ia putus sekolah ketika dirinya menduduki kelas enam SD. Ayahnya yang hanya berprofesi sebagai tukang becak motor (bentor) membuat ia dan empat saudaranya terpaksa harus putus sekolah. Beruntung, kakak sulungnya bisa melanjutkan sekolah hingga Perguruan Tinggi (PT). Dialah yang nantinya diharap bisa memperbaiki nasib adik-adiknya kelak.
Soleh kembali menundukkan kepalanya dan melanjutkan bercerita. Sebenarnya ia sangat ingin melanjutkan sekolahnya. “Saya masih mau sekolah, kalau ada rezeki pasti saya lanjut sekolah lagi, kak,” harapnya.
Selain karena terkendala pada ekonomi keluarga, ternyata berhentinya Soleh dari sekolah akibat kelalaian gurunya. “Dulu sebenarnya sudah mau lulus di kelas 6 SD kak tapi bapakku sudah tidak mampu untuk sekolahkan saya. Ada juga masalah di sekolah, guruku hilangkan raporku, terus tidak mau tanggung jawab,” sesalnya.
Jelas sekali kekecewaan yang nampak dari raut wajah putra pasangan Dg.Gading dan Dg.Singara’ ini. Meski begitu, Soleh tetap tegar melanjutkan kehidupannya. Berkat ajakan tetangganya yang merupakan salah satu pegawai di FBS, ia akhirnya siap mengabdikan dirinya di kampus ungu ini. Gaji yang ia terima setiap bulannya tak pernah lupa ia sisihkan untuk orang tuanya.
Bersama sepuluh rekan se-profesinya, saban subuh ia mulai membersihkan halaman kampus di FBS. Soleh baru mulai berhenti bekerja saat menjelang siang. Bagi Soleh setiap daun-daun yang gugur ke tanah adalah rezekinya. Dengan dialek kental Makassarnya, Soleh mengungkapkan, orang tuanya tidak pernah melarangnya untuk bekerja. “Daripada tidak makan kak, lebih baik kerja begini karena kan digaji juga,” ungkapnya sembari memunguti selembar daun kering yang jatuh tepat di bawah kakinya.
Ia merasa sangat bersyukur dengan pekerjaannya saat ini, ia juga merasa senang bisa selalu bertemu dengan banyak orang. Entah itu rekan se-profesinya atau para penghuni kampus lain yang ia akui tak satu pun ia kenal.
Terkadang, Soleh ingin sekali menebar senyum pada setiap orang yang selalu ia temui di kampus, namun keraguan selalu menghampirinya. Takut senyumnya tak terbalas kala ia mengingat bahwa ia hanya seorang OB. Hampir setiap hari Soleh harus menempuh jalur Parangtambung-Samata bersama sepedanya yang sudah menghampiri antik. Menempuh jarak sejauh itu tentu membuatnya lelah. Belum lagi ia harus membersihkan beberapa area kampus agar tetap terlihat indah dan nyaman untuk dipandang.
“Saya sebenarnya mau beli motor kak, karena kalau naik sepeda lama, capek juga kak . Biasa juga kalau saya sudah capek sekali saya bermalam di pos saja sama pak satpam,” ucapnya sembari tersenyum.
Tak hanya berkeinginan membeli sepeda motor, Soleh juga ternyata punya impian lain. Bukan cita-cita ingin menjadi polisi, dokter, pilot, atau profesi-profesi lain yang lazimnya diimpikan anak seumurnya. Soleh sangat ingin menjadi seorang pegawai, itulah impian terbesarnya saat ini. “ Saya mau jadi peagawai kak, enak kalau jadi pegawai orang mungkin di'?,” tanyanya pada penulis. (*)
*Andini Ristyaningrum