Marwah Daud. (int) |
Bisa anda ceritakan sedikit bagaimana anda ketika masih berstatus mahasiswa?
Sewaktu masih berstatus mahasiswa, satu hal yang menjadi prioritas utama saya, yaitu bagaimana saya dapat menyelesaikan studi tepat waktu dengan mengantongi predikat yang memuaskan. Dan Alhamdulillah itu dapat terwujud. Sewaktu masih mahasiswa dulu, saya selalu menggantungkan cita-cita saya setinggi mungkin. Waktu itu saya ingin sekali berkeliling Indonesia dan bisa keluar negeri. Dan Alhamdulillah berkat usaha dan doa, cita-cita saya dapat terkabulkan. Selain itu, dulu kami juga kerap membentuk kelompok belajar dan diskusi. Budaya itulah yag terus kami pupuk.
Sebagai orang yang pernah berafiliasi dengan sistem pemerintahan di Indonesia, bagaimana anda melihat peran wanita saat ini utamanya dalam hal penyetaraan gender?
Sebenarnya pada ranah penyetaraan gender wanita saat ini terus berproses. Saya menilai ada peningkatan kurva yang terus membaik dari tahun ke tahun. Contoh kecilnya saja, di UNM saat ini sudah ada pembantu dekan yang di pimpimpin oleh seorang wanita. Secara tak langsung ini sebagai bukti bahwa ada riak menuju penyetaraan gender itu. Olehnya kita berharap kedepan akan semakin banyak kaum wanita yang turut berperan dalam tatanan pemerintahan kita. Misalnya Tentu saja harus diimbangi dengan SDM yang bagus.
Menurut anda seberapa besar pengaruh wanita terhadap sistem pemerintahan kita?
Kalau dari kacamata saya, wanita mempunyai pengaruh penting terhadap sistem pemerintahan kita. Wanita mempunyai rasa empati dan kelembutan yang lebih dibanding laki-laki. Olehnya dalam sistem pemerintahan kita, rasa empati kepada rakyat itu sangat dibutuhkan. Sehingga tak dapat dipungkiri bahwa wanita juga memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap pembangunan sebagai seorang pejabat publik. Tetapi menurut saya yang terpenting adalah bagaimana setiap orangtua dapat mendidik anak mereka taat kepada tuhannya dan paham soal etika.
Bagaimana tanggapan anda tentang wanita yang menjadi nahkoda dalam suatu instansi pemerintahan?
Saya pikir hal itu wajar-wajar saja. Kalau di Jawa, wanita yang menjadi pemimpin dalam suatu instansi itu sudah lumrah kok. Contohnya saja Gubernur Banten. Hanya saja, mungkin kalau untuk daerah Sulawesi belum sebanding dengan Jawa.
Tanggapan anda terkait kesangsian sebagian orang yang menyatakan wanita tidak memiliki naluri kepemimpinan yang kuat dibanding laki-laki?
Kalau menurut saya tidak juga. Buktinya banyak negara-negara yang makmur justru pemimpinnya adalah seorang wanita. Indonesia sendiri juga pernah dipimpin oleh seorang wanita. Artinya wanita juga memiliki power yang kuat dong untuk sekadar memimpin suatu instansi atau negara. Bahkan dari beberapa sisi, wanita bahkvan bisa lebih kuat melebihi kemampuan laki-laki. Hanya saja, khusus di Indonesia kesedaran akan hal itu masih lemah.
Khusus untuk daerah Sulsel sendiri seperti apa anda melihatnya?
Secara umum saya melihat penyetaraan gender di daerah ini memang harus diakui masih belum merata. Itu dapat dibuktikan karena masih kurangnya wanita yang menjadi nahkoda dalam instansi pemerintahan maupun non pemerintahan. Meski demikian daerah ini saya yakin mampu melahirkan sosok pemimpin wanita yang tangguh dan berhati lembut.
Jika kita kerucutkan ke kampus, bagaimana anda menilai penyetaraan gender itu?
Pada dasarnya prinsip kesetaraan gender sama saja. Apakah dalam ranah kampus atau pada ranah pemerintahan. Namun, memang saat ini di ranah kampus terlihat lebih minim dari isu penyetaraan gender di lingkup pemerintahaan. Sehingga saran saya, kedepannya isu penyetaraan gender di kampus juga perlu untuk dibangun. Yang terpenting menurut saya, kesetaraan gender diartikan bagaimana masyarakat dapat menghargai dan menjunjung tinggi kehormatan seorang wanita terlepas mereka menjadi seorang pemimpin atau tidak.
Adakah pesan yang ingin disampaikan kepada sivitas akademika UNM?
Pesan saya semoga UNM bisa menjadi central of excelent. Mudah-mudahan mahasiswanya juga bisa memberikan kontribusi yang positif buat kampusnya. Rajinlah membaca karena membaca dapat membuka cakrawala berfikir seseorang. Pola-pola diskusi yang ada di kampus juga terus dipupuk dan ditingkatkan. (*)