Gedung Pinis (Doc. Profesi) |
Pada awal Januari, seluruh pejabat dan pegawai yang berdomisi di rektorat, terkecuali keuangan, telah berpindah kantor di Pinisi. Heri Tahir memdandingkan, sejak berkantor di lantai 6, ia sangat jarang bertatap muka dengan para pejabat yang lain. "Beda ketika di rektorat, bisa jalan-jalan ke ruangan yang lain untuk sejenak bertemu atau menegur sapa. Sekarang susah, karena kita berjauhan dan berbeda lantai," ceritanya.
Di lain sisi, professor hukum itu menjelaskan, tata ruang yang ada juga sedikit menghambat. "Saya masih tidak tahu dimana-mana saja ruangan kerja yang ada di rektorat kemarin. Belum lagi, terlalu banyak ruangan disetiap lantainya yang membuat kita terkadang bingung," keluhnya.
Senada dengan Heri, Firman selaku Kepala Satuan Pengawasan Internal (SPI), menyayangkan konsep tata ruang yang ada di Pinisi. "Bisa saja kalau ada orang mati, kita tidak tahu karena saking luasnya dan membingungkan," kritik dosen Fakultas Ilmu Sosial ini. Dirinya juga menyatakan, ikon UNM ini semestinya tidak disekat-sekat per-ruangan. "Harusnya ruangan-ruangan yang ada tidak sepeti kamar. Kalau begini, susah mencarinya. Yang paling penting, tidak ada lagi interaksi sosial yang terbangun lebih intens antar-pegawai ataupun pejabat," katanya.
Begitu pula yang dirasakan Irwan, salah seorang mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Walau terlihat megah, Pinisi dinilainya menghilangkan kesan sosialnya. "Kalau begini modelnya, membuat kita menjadi orang individulis. Susah berinteraksi karena saling berjauhan. Apalagi tertalu banyak pintu dalam ruangan," ungkapnya.(*)
*Reporter: Sutrisno Zulkifli