Berita Terbaru!! :
Home » , » Tenaga “Bimbingan dan Konseling” Akan Tetap Terpakai Di Sekolah ???

Tenaga “Bimbingan dan Konseling” Akan Tetap Terpakai Di Sekolah ???

Admin by Yasir Bakekok on Wednesday, 20 March 2013 | 02:46

(Int)

PROFESI-UNM.COM - Konselor sekolah atau yang lebih akrab ditelinga kita sebagai guru BK saat ini boleh jadi mengalami kegelisahan terkait dengan digodoknya kurikulum baru 2013. Betapa tidak, keberadaan layanan bimbingan dan konseling yang selalu menjadi bagian integral dalam kurikulum pendidikan di negeri ini selama kurang lebih 52 tahun, tercatat sejak tahun 1960-an, kini seolah tak lagi diakui keberadaanya  oleh kurikulum yang baru. Kerisauan yang lebih boleh jadi juga dialami oleh para calon tenaga bimbingan dan konseling di sekolah. Jika kurikulum baru 2013 ini benar-benar direalisasikan, tanpa adanya lagi perubahan, maka bisa saja para mahasiswa yang saat ini menjalani pendidikan sebagai calon guru BK akan berpikir ribuan kali untuk melanjutkan pendidikan di program studi tersebut. Walaupun seharusnya langkah yang tepat dilakukan adalah wait and see, sehingga keputusan yang diambil tidak akan disesali dikemudian hari.

Keberadaan konselor sebagai salah satu bagian dari pendidikan di sekolah sebenarnya telah ditegaskan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU sisdiknas tersebut disampaikan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah pendidik.

Rencana penerapan kurikulum baru 2013 ini sontak menimbulkan pro dan kontra, terutama dikalangan para pakar dan praktisi pendidikan karena beberapa kebijakan-kebijakan baru. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah tidak disinggungnya pelayanan bimbingan dan konseling. Secara tersurat memang layanan Bimbingan dan Konseling tidak ada lagi dalam kurikulum baru tersebut. Tapi salah satu dasar adanya pengembangan kurikulum baru ini yang penulis lihat pada draft uji publik adalah makin marakanya fenomena negatif yang mengemuka di kalangan para pelajar seperti perkelahian antar pelajar, narkoba, korupsi, kecurangan dalam ujian. Pengembangan kurikulum 2013 yang juga berorientasi pada persiapan kompetensi masa depan siswa yang salah satunya agar memiliki kesiapan untuk berkarir di dunia kerja. Nyatanya semua itu adalah tugas yang dibebankan kepada konselor sekolah. Hal ini tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyebutkan bahwa pelayanan konseling meliputi pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat. Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

Dalam Permendiknas tersebut jelas sekali disebutkan bahwa layanan konseling kepada siswa di sekolah berorientasi pada pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Yang tentu saja berkaitan dengan fenomena negatif yang belakangan muncul ditengah-tengah siswa.

Konsep ideal dari pelayanan Bimbingan dan Konseling juga telah tertuang dengan jelas pada kerangka pola bk 17 Plus. Pada pola bk 17 plus ini dijabarkan fungsi dan tugas guru Bimbingan dan Konseling secara jelas. Berikut ini gambaran dari pola BK 17 plus.

Sayangnya, saat ini aplikasi dari pola 17 plus belum terasa hasilnya. Tentu saja ada hal yang salah sehingga peran bimbingan dan konseling di sekolah tidak berjalan sebagai mana mestinya. Dan hasilnya pun berimbas kepada para siswa yang tidak mendapatkan pelayanan optimal dari apa yang seharusnya mereka rasakan dari keberadaan konselor sekolah.

Salah satu masalah yang mendasar pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah adalah penggunaan tenaga konselor yang ada di sekolah itu sendiri. Saat ini BANYAK GURU BK yang menjadi konselor sekolah, namun TIDAK BERASAL DARI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING. Alhasil, implikasinya berimbas pada bagaimana ia memberikan layananya.

Guru Bimbingan dan Konseling yang diharapkan mampu membantu siswa dari aspek psikologis, pengembangan diri, masalah pribadi, masalah belajar, masalah sosial, dan masalah karir justru malah menjadi polisi sekolah, satpam sekolah, atau bahkan tukang cukur sekolah, yang kerjaannya menghukum siswa yang terlambat, menggunting rambut siswa yang terlalu panjang, dan banyak lagi tugas-tugas guru BK yang sangat jauh dari apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru BK/ Konselor. Permasalahan tersebut tidak hanya dari kualitas tenaga bimbingan dan konseling, namun juga dari segi sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang disiapkan oleh sekolah. Ruangan bimbingan dan konseling acap kali hanyalah ruangan-ruangan parasit yang menumpang pada ruang guru atau ruang tata usaha. Bahkan juga kadang gudang-gudang yang tidak terpakailah yang kemudian disulap menjadi ruangan BK tanpa memperhatikan lagi standar ruang bimbingan dan konseling yang seharusnya.

Keberadaan guru BK yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling sebenarnya telah disadari oleh pemerintah. Terbukti, melalui Kementrian Pendidikan Nasional, pemerintah menerbitkan Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor.
Pada peraturan tersebut tercantum sejumlah peraturan khusus untuk konselor di sekolah. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.

Dengan adanya peraturan tersebut maka guru Bimbingan dan konseling yang ada di sekolah harus berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Hal ini tentu saja akan berimplikasi pada perbaikan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah oleh para konselor profesional. Pada peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa Penyelenggara pendidikan yang satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor  sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini mulai berlaku. Artinya, di tahun 2013 ini guru yang bertugas sebagai konselor sekolah di seluruh Indonesia harus benar-benar mempunyai kualifikasi akademik yang dibuktikan dengan latar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.

Tahun 2013 ini seharusnya menjadi momentum kebangkitan dunia bimbingan dan konseling Indonesia. Namun, hal itu mendapatkan sedikit tantangan lewat rencana pemerintah memberlakukan kurikulum baru yang didalamnya tidak adalagi pelayanan bimbingan dan konseling secara tersurat. Pengembangan kepribadian siswa, dan juga masalah kesiapan untuk terjun kemasyarakat dan dunia kerja yang seharusnya menjadi tugas konselor sekolah rencananya akan dilimpahkan kepada guru mata pelajaran masing-masing.
Bagaimana para calon konselor menyikapi hal ini? Saya pribadi melihat bahwa kurikulum 2013 ini sebenarnya bisa menjadi momentum kebangkitan bimbingan dan konseling di Indonesia ataupun malah sebaliknya.

Alasannya bahwa secara tersurat memang layanan bimbingan dan konseling tidak disinggung lagi dalam rencana kurikulum ini, namun secara tersirat sebenarnya pelayanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan untuk tetap menjadi bagian yang integral dalam kurikulum yang baru ini. Hal itu terlihat dari orientasi tujuan pengembangan karakter siswa dan kesiapan untuk terjun kemasyarkat yang ditekankan pada kurikulum yang baru ini. Dan kedua hal itu adalah hal yang sangat linear dengan tugas dan fungsi bimbingan dan konseling di sekolah.

Secara hukum juga bimbingan dan konseling cukup kuat dengan terbitnya peraturan pemerintah tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Permendiknas tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik Konselor.  

Dengan demikian, para calon konselor tidak perlu risau dan gusar apalagi sampai berpikir untuk segera meninggalkan perkuliahan yang sedang dijalani saat ini. Yang paling penting untuk dilakukan saat ini oleh para calon konselor sekolah adalah senantiasa meningkatkan kualitas pribadi sebagai calon konselor yang diharapkan bisa berimplikasi pada peningkatan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.(*)


*Penulis: M. Amirullah mahasiswa jurusan PPB prodi BK FIP UNM angkatan 2010





Share this article :
0 Komentar
Tweet
Komentar

0 comments :

Sampaikan tanggapan Anda

Tanpa Anda Kami Belum Lengkap