Berita Terbaru!! :
Home » , » LCO: Posko dan Sebuah Cinta

LCO: Posko dan Sebuah Cinta

Admin by Yasir Bakekok on Saturday, 26 January 2013 | 23:31

“Aku duduk menyendiri di sebuah dermaga, pandanganku jauh ke tengah laut sana, tempat di mana sang fajar akan beristirahat. Sekilas hanya ada cahaya menyilaukan yang membuat mataku perih.

Sesekali kuusap mataku yang mulai memerah dan juga mengeluarkan air mata. Suara-suara puluhan manusia di sekitarku yang begitu ceria sama sekali tak membuatku ikut merasakan sebuah keceriaan. Di hatiku hanya ada rasa perih yang semakin lama semakin menyiksaku. Perasaan penuh ketidakpercayaan akan sebuah takdir, perasaan yang jika kuingat penyebabnya hanya akan membuat aku merasa semakin jauh dari kebahagiaan, aku tenggelam, terpuruk, aku telah dikhianati oleh cinta.

Aku sama sekali tak pernah menyangka semua akan berakhir seperti ini, berakhir dengan membekaskan luka yang sangat dalam di hatiku. Aku tak percaya kau yang kemarin tersenyum dan tertawa bersamaku kini justru berbalik pergi meninggalkanku. Kau melangkah dengan pasti meninggalkan harapanku yang telah lama kubangun menjadi sebuah istana yang ingin kujadikan tempat kita memadu kasih kelak. Sayang.., semuanya harus berakhir dikala aku tengah merasakan nikmatnya perasaan yang kusebut cinta”.

***

Aku tersadar dari lamunan panjangku, kuperhatikan arlojiku sudah menunjukkan pukul 17.30 kurang lebih. Sudah sejam aku disini dan sebentar lagi akan memasuki waktu berbuka puasa. Aku beranjak meninggalkan orang-orang yang tampak sedang asik dengan pasangan mereka. Ahh.. aku benci, mereka seakan ingin mengejekku dengan bermesraan di depanku. Kubawa motorku pergi meninggalkan dermaga yang disebut orang sebagai dermaga cinta itu. Di perjalanan pulang aku terus mengingat momen itu, momen ketika aku dan Ana masih bersama. Teringat ketika kumemberi kejutan kecil kepadanya, sungguh sebuah momen yang tak akan kulupakan.

happy birthday manis”.

“wahh.. makasih yah”, balasnya sambil terseyum yang membuatku semakin menggilainya.

Yahh.. malam itu dia akan berulang tahun. Sengaja kuberikan sebuah kejutan kecil untuknya. Kejutan yang kuharap akan dia sukai dan tak akan dia lupakan seperti aku yang tak akan melupakan momen penting itu. Sebuah kue tart dengan lilin kecil yang menunjukkan nomor 21 di atasnya aku beri sebagai kado ulang tahun. Harganya tak seberapa tetapi menurutku ini sudah mewakili perasaanku kepadanya. Sangat manis memang.

Aku yang malam itu langsung mengunjungi posko KKNnya telah berniat ingin mengutarakan perasaanku kepadanya. Yahh.. kami adalah mahassiswa KKN UNM yang ditakdirkan bertemu disebuah desa kecil. Dua bulan kami mengabdi, tak sadar aku termakan oleh senyum manisnya yang semakin hari semakin membuatku menggilainya. Malam itu aku yakin adalah sebuah waktu yang sangat tepat untuk mengutarakan perasaanku sejak sebulan lebih kami bersama dimulai dari kenalan hingga sekarang ini. aku rasa sudah tak mampu lagi menahan perasaanku ini. memang waktu sebulan bukanlah waktu yang lama tetapi keyakinanku mendorongku untuk berbuat lebih, aku tak ingin hanya berteman saja dengannya, aku ingin memilik cintanya, seperti Adam yang memiliki cinta Hawa, seperti Romeo yang mendapat cinta Juliet, dan seperti Habibie yang beruntung bisa memadu kasih dengan Ibu Ainun. Yahh.. dunia akan semakin indah ketika aku bisa seperti mereka.

Hanya sebuah keberuntungan yang membuatku bertemu dengan Ana. Aku tak pernah menyangka akan menjalani masa KKN dengan gadis yang baik, lembut, dan cantik sepertinya. Sebelum berangkat KKN pun aku dan dia sama sekali tak saling mengenal. Aku pertama kali melihatnya ketika pembekalan KKN dulu. Dari situlah aku mulai menaruh hati kepadanya. Sosoknya yang benar-benar mewakili sosok wanita idamanku membuatku semakin tergila-gila padanya. Aku harus bisa memilikinya,  pikiran picikku saat itu.

Hari demi hari kujalani KKN hingga akhirnya aku dan dia semakin akrab. Bahkan semakin akrabnya, teman-teman KKNku yang lainnya berpikir bahwa kami memiliki hubungan yang spesial. Hemm.. setiap olok-olokan yang mereka lontarkan hanya bisa aku balas dengan kata amin dalam hatiku. Yahh.. aku harap apa yang mereka katakan bisa benar-benar terwujud sehingga olokan mereka berubah menjadi sebuah doa restu untuk hubungan kami.

Bermodal rasa percaya diri yang tinggi, malam itu juga kuajak dia ke sebuah tempat. Kami duduk berhadapan dan aku mulai mengucapkan lafas-lafas cinta dari mulutku yang kering, detakan jantungku yang semakin tak menentu membuatku terbata-bata mengucapkan kata demi kata, kalimat demi kalimat. Malam itu, aku merasa sang malaikat cinta sedang berada di sampingku dan memaksaku untuk berbicara.

“aku baru mengenalmu sebulan, tetapi aku rasa telah megenalmu bertahun-tahun lalu, dan selama kita bersama aku merasakan sesuatu yang sangat indah. Sesuatu yang tak bisa kujelaskan hanya dengan sebuah kata. Setiap kita bersama, selalu kurasakan kehangatan yang menyelimuti kalbuku. Aku bahagia bila berada di dekatmu. Kupandangi kau setiap hari, Setiap inchi senyuman yang tergambar di bibirmu seakan melukiskan kalimat-kalimat cinta di hatiku. Mungkin aku tak pantas berbuat seperti ini, tetapi aku yakin memang inilah yang seharusnya aku lakukan, aku…”

“kamu kenapa?” dia memotong perkataanku.
“aku.., aku sayang kamu An, aku ingin serius denganmu”

Setelah kuucapkan kata kata itu, kulihat ekspresi Ana berubah. Wajahnya tampak kaget, pucat, dan tampak bibirnya yang tipis terutup rapat. Beberapa saat dia hanya menunduk dan duduk terdiam.

Kuangkat dagunya dengan tanganku, kuperhatikan kedua bola matanya mulai berkaca-kaca hingga lama-kelamaan ia meneteskan air mata. Aku mulai gelisah melihatnya, di satu sisi aku bertanya-tanya apakah dia senang dengan apa yang baru saja aku lakukan, atau malah sebaliknya sehingga dia sampai menangis seperti itu. Apakah itu air mata tanda kebahagiaan atau kesedihan? Aku bingung.

“Ana, apa aku menyakitimu?” tanyaku coba mencairkan suasana.
Dia hanya terdiam dan justru air matanya semakin berlinang. Kuhapus air matanya sambil mencoba untuk menenangkannya.
“bicaralah, biarkan aku tahu apa yang membuatmu menangis seperti itu”, pintaku.
“Rafli, terima kasih atas apa yang telah engkau lakukakan, aku senang, tapi..”

Belum selesai ia berbicara, kembali ia mengeluarkan air matanya. Kini tangisannya semakin menjadi-jadi. Tangisannya kini laiaknya seorang yang ditinggal orang yang sangat disayanginya. Tangisannya begitu perih yang membuatku ikut terhanyut dalam kesedihannya. Kurangkul Ana, kubiarkan dia menangis di dadaku.

“tenanglah, ada aku disini” aku mencoba menghiburnya.

Beberapa saat kemudian dia mulai tenang. Tangisannya terhenti namun dia masih tetap menunjukkan ekspresi sedihnya. Setelah aku pancing akhirnya dia mulai berbicara.

“terima kasih Raf. Malam ini benar-benar spesial bagiku, aku merasa jadi orang yang sangat beruntung punya teman sepertimu yang begitu perhatian. Ditambah lagi kamu orang pertama yang memberiku ucapan selamat ulang tahun. Sebulan aku mengenalmu aku merasa kamu adalah salah satu orang yang memang ditakdirkan untuk menjadi temanku. Tapi Raf, semua kata-katamu tadi membuatku kaget, aku tak pernah menduga kamu akan senekat ini. kau sudah aku anggap sahabatku bahkan sebagai saudaraku. Aku ingin menjalani hari-hari kita bersama dengan bahagia, tapi maaf Raf aku hanya bisa bersahabat denganmu, aku tak bisa memberikan sesuatu yang lebih, aku ingin kita bahagia sebagai sahabat saja”

Mendengar ucapannya itu aku langsung terdiam. Kata-kata yang diucapkannya serasa seperti petir yang menyambar. Hatiku yang tadinya berbunga-bunga kini seakan layu oleh sebuah jawaban yang menendang jauh-jauh harapanku. Harapanku untuk memilikinya kini sirna, lenyap dan tak ada lagi yang tersisa. Penantianku selama ini kini akhirnya terjawab meskipun tak seperti yang aku inginkan. Kali ini giliran aku yang bersedih. Ingin rasanya aku menangis waktu itu, jika saja aku tak ingat pesan orang tuaku, laki-laki tak boleh menangis.

Aku yang tadinya duduk disampingnya kemudian beralih ke kursi yang ada di depan Ana. Kupegang tangan Ana yang begitu hangat, kutarik napas dalam-dalam. Aku mencoba tetap tegar dan menerima kenyataan yang terjadi. Kutatap wajahnya yang polos.

“terima kasih Ana, malam ini aku begitu lega. Aku telah menuntaskan semuanya. Perasaan yang telah lama ingin aku katakan padamu akhirnya bisa kau dengarkan. Yahh.. semuanya memang tak seperti yang kuharapkan. Kau tak mempersilahkanku berdiri di sampingmu dan memegang tanganmu. Tapi meskipun begitu aku tak pernah menyesal. Mungkin menjadi sahabatmu memang yang terbaik untuk saat ini, dan mungkin untuk selamanya. Aku harap jangan pernah berpaling dariku hanya karena hal memalukan yang aku lakukan malam ini, biarkan aku terus berjalan bersamamu, aku hanya ingin menjagamu meskipun itu dari kejauhan. Percayalah Ana, cintaku tak akan pernah hilang”.

Kucium tangannya dan aku pergi meninggalkannya. Aku pergi membawa sejuta kekecewaan, perasaanku yang tak terjawab membuatku resah malam itu. Aku tak tahu lagi apa yang akan aku lakukan. Aku terus merenung dan mencoba berpikir positif. “ mungkin dia hanya menolakku hari ini, aku yakin kesempatan itu selalu ada” kucoba untuk meyakinkan diriku sendiri. Meskipun begitu rasa kecewa sudah terlalu berat menenggelamkanku. Aku terus merenung disertai dengan linangan air mata yang mengalir keluar dari kedua bola mataku, hingga akhirnya aku tertidur.

Pukul15.00, aku terbangun dari tidur panjangku. Hari itu aku tidur sangat lama. Setelah sahur dan shalat subuh aku langsung melanjutkan tidurku. Aku tak ingin berlama-lama tersadar sehingga hanya akan membuatku semakin sedih memikirkan apa yang telah menimpaku malam itu. Aku ingin tidur dan tak ingin mengingat semua harapan-harapanku kepada Ana, bahkan aku berharap sosok bidadari itu tak muncul lagi dalam mimpiku yang setiap malam selalu membuat bunga tidurku menjadi indah.

Kuperhatikan handphoneku, belasan panggilan tak terjawab dan beberapa pesan masuk. Aku begitu lelap tidur hari itu sampai-sampai suara handphone yang biasanya sangat sensitif di telingaku sama sekali tak aku dengarkan. Kuperhatikan daftar panggilan tak terjawab itu, ibu, dan teman kuliahku sepertinya baru saja menghubungiku, namun ada satu yang membuatku penasaran. Ternyata Kia yang merupakan teman Ana juga dari tadi menghubungiku bahkan dialah yang tercatat paling sering mencoba untuk menghubungiku. Ada apa yah, tumben dia menghubungiku? Tanyaku dalam hati.

Setelah itu kuperhatikan satu persatu pesan singkat yang masuk. Lagi-lagi hanya dari temanku yang sekadar menanyakan kabarku. Namun dari beberapa SMS yang masuk, ada nama Kia salah satunya. Kubuka SMSnya, kubaca satu persatu kata yang ia tuliskan.

“Raf, sowry bgt, dari tadi gw coba hbungi km tp g diangkt2. Sbelumnya gw mnta maaf, gw ngrasa gak enak ksihtau loh msalah ini, tp gw pkir loh itu shabat gw so lo msti thu. Bukannya brmksd mnyakiti htimu tp  gw hrap hal ini g bkin loh bnci ma tmanmu sndri. “Ana n Rama jadian”… sowry bgt Raf, z harap loh bsa mngrti n  trma kenyataan ini”.

Setelah kubaca sms Kia, perasaanku menjadi smakin kacau. Prasaanku jauh lebih sakit dibanding ketika Ana menolakku semalam. Tiba-tiba air mataku menetes lagi dipipiku. Aku tak peduli lagi mau dicap sebagai lelaki cengeng. Belum lenyap bekas air mataku yang mengering, kini harus bertambah karena sebuah berita yang benar-benar tak ingin aku dengarkan. Hatiku semakin hancur ketika kutahu ternyata Rama yang merebut gadis impianku itu. Rama bukan hanya mengubur impianku tapi dia juga telah melukai hatiku sebagai sahabatnya. Rama yang telah kukenal lama, bahkan telah menjadi sahabatku di kampus tega berbuat seperti itu padaku.

Kulempar Handphoneku, aku tak sanggup terima kenyataan ini. aku rasanya ingin pergi saja dari dunia ini, aku merasa tak dihargai di tempat ini. orang-orang yang dekat denganku kini seakan bersatu dan mencoba untuk membuatku terpuruk oleh perasaan sakit hati yang begitu mendalam. Sore itu kupacu motorku pergi meninggalkan poskoku, aku tak memeperdulikan lagi teman-temanku yang mulai panik melihat tingkahku yang mendadak berubah.

Aku tiba di sebuah dermaga. Aku duduk terdiam dan merenungi nasibku. Aku berpikir, seperti inilah cinta, dia akan menyakitimu tak memperdulikan dia siapa, sahabat atau bahkan saudaramu sendiri. cinta memang indah ketika kau mengerti dia, tetapi akan sangat menyakitkan kala kau tak kenal dia. Meskipun kau menyakitiku, tapi aku selalu menyayangimu, hingga tuhan mencabut nyawaku. (*)



Nama : Erzac Zafan Jaya
TTL    : Soppeng, 21 Juni 1991
Alamat  : Jln. Dg. Tata V, No. 9A
NO HP   : 081241926865
Jurusan/prodi  : bahasa Inggris/Pendidikan
NIM : 095204024
facebook : VanD'er Zac
Twitter : --




Share this article :
0 Komentar
Tweet
Komentar

0 comments :

Sampaikan tanggapan Anda

Tanpa Anda Kami Belum Lengkap