Berita Terbaru!! :
Home » » Perempuan dalam Relasi Percintaan

Perempuan dalam Relasi Percintaan

Admin by Unknown on Wednesday 31 December 2014 | 08:42

Suriadi, mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia.
(Ist.)
PROFESI-UNM.COM -  “Sebenarnya saya sadar bahwa hubungan yang seperti ini bermasalah. Tetapi mau bagaimana lagi, saya sangat menyayangi pacarku. Saya tidak bisa hidup tanpa dia. Batinku tersiksa ketika dia sedang marah dan tidak memberi kabar. Saya tidak bisa kehilangan dia. Jadi, saya hanya bisa sabar dengan perlakuannya dan aturan-aturan yang dia buat. Kuanggap ini pengorbanan cintaku untuk dia. Bukankah cinta membutuhkan pengorbanan? Bukankah cinta memang membuat kita melakukan hal-hal konyol demi orang yang disayang.”

Kutipan di atas adalah perkataan yang sering terlontar dari mulut perempuan yang sedang menjalani cinta penuh dramatisasi. Saya tidak menafikan bahwa cinta mampu membuat seseorang melakukan banyak hal aneh dan konyol. Tetapi saya tidak menyepakati cinta yang justru mengekang kemanusiaan. Sebab cinta adalah sesuatu yang membebaskan. Cinta memang butuh pengorbanan, tetapi bukan berarti mengabaikan nilai asali kemanusiaan. Pengorbanan tanpa memperhatikan kemanusiaan adalah menghinakan diri. Ketika orang yang kaucinta juga mencintaimu, maka dia tidak akan tega membiarkanmu merendahkan diri demi dirinya. Tetapi ketika dia malah tidak peduli. Maka perlu kaupertanyakan cintanya. Pertanyakan!

Sebenarnya banyak orang yang telah menyadari bahwa bukan keberadaan cinta yang bermasalah. Melainkan relasi yang dihadirkan dalam cinta yang merupakan akar segala permasalahan. Relasi ini melahirkan banyak aturan yang membelenggu bagi kaum perempuan. Karena biasanya aturan itu tidak berdasarkan kesepakatan bersama dari kedua pihak yang menjalani. Melainkan secara sepihak dan biasanya laki-laki yang menjadi subjek, sementara kaum perempuan yang menjadi objek.

Dominasi yang dimiliki oleh lelaki dalam sebuah relasi, akan menjadikan perempuan sebagai pihak yang dimarginalkan. Menjadi pihak yang sangat tidak diuntungkan; dikuasai, dikendalikan, dan dirampas kebebasan berkehendaknya. Ketika relasi cinta telah merenggut kebebasan berkehendak seseorang, maka dia bukan menjalani relasi percintaan melainkan sebuah relasi perbudakan. Padahal cinta seharusnya menjadi wadah pengeksisan nilai asali kemanusiaan karena cinta adalah sesuatu yang sangat manusiawi. Bukan justru menjadi legitimasi untuk memasung jiwa mereka yang sedang menjalani.

Inilah akar kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan dalam sebuah relasi percintaan. Kekerasan yang terjadi berupa kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik biasanya seperti; dipukul, ditampar, diseret, ditendang bahkan dibunuh. Sementara kekerasan seksual seperti diumbar tentang hubungan seksualnya kepada orang lain oleh kekasihnya, dipaksa berhubungan badan; baik dengan sadar (diperkosa secara langsung) atau secara tidak sadar (menggunakan obat-obatan atau alkohol). Kedua jenis kategori kekerasan ini sangat mengerikan dan sering terjadi dalam sebuah relasi percintaan yang tidak sehat.

Selain itu, kekerasan lain yang tidak boleh diabaikan adalah kekerasan psikologis karena efeknya terkadang lebih berbahaya dari kekerasan sebelumnya. Ada banyak kekerasan psikologis yang sering dilakukan lelaki kepada pasangannya, yakni: merendahkan dan menyalahkan kaum perempuan; mengintimidasi dengan berbagai ancaman; bersikap posesif dengan menjadikan cinta dan rasa cemburu untuk mengatur dan membatasi pergaulan perempuan, sehingga mencipta alienasi dengan orang-orang di sekitarnya. Kekerasan psikologis ini akan membuat perempuan amat tertekan dan menjadi kaum yang seolah tidak memiliki ketidaksadaran. Hal inilah yang biasanya membuat mereka stress dan akhirnya nekat melakukan tindakan bunuh diri. Kejadian seperti ini ketika dianalisa secara mendalam, sebenarnya bukan kasus bunuh diri melainkan pembunuhan. Sebab akar dari tindakan tersebut adalah kekerasan psikologis yang mereka alami.

Dari berbagai jenis kekerasan di atas, tidak ada yang bisa menyelamatkan kaum perempuan selain dirinya sendiri. Seperti yang terbahasakan dalam “Kaplok Balik Dong!” sebuah zine yang dibuat oleh sekumpulan perempuan otonom yang telah muak dengan kekerasan yang dialami oleh kaumnya. Mereka mengemukakan bahwa tidak ada yang bisa menyelamatkan kaum perempuan dari kekerasan selain dirinya sendiri, di luar dari dirinya hanyalah pendukung. Menurutnya, mempertahankan diri tidak ada kaitannya dengan feminitas-maskulinitas, orientasi seksual, kelas ekonomi, sosial, agama dan lain-lain. Melainkan mempertahankan diri adalah perkara melindungi diri, tidak ada hal lain.

Zine tersebut amat bagus untuk dibaca oleh para lelaki yang patriarkis, dominan, tukang pukul dan lain-lain. Agar bisa menjadi bahan kontemplasi untuk membenahi segala ketidakberesan pada dirinya. Supaya memahami bahwa perempuan bukan suatu objek yang harus didominasi, mereka adalah manusia merdeka dan memiliki hak yang sama dengan lelaki. Mereka bukan berlian yang harus dijaga dengan kekangan dan dipenjara dalam kotak-kotak. Bukan objek dari kuasa dan Kontrol lelaki. Bukan!

Untuk para kaum perempuan ketika lelaki yang kaucinta mengatur dan membatasimu dalam banyak hal tanpa ada pembicaraan dan kesepakatan bersama sebelumnya. Tanyakan padanya; apakah dia menganggapmu sebagai “kekasih” atau justru hanya sebatas “peliharaan”? Ingatlah; cinta itu memerdekakan bukan membelenggu. Ketika tidak seperti itu; Tinggalkan! Banyak keindahan diluar sana yang menunggu uluran tanganmu untuk bisa saling menghidupi. Karena esensi cinta sebenarnya adalah ketika kita mampu saling menghidupi dengan sejuta kebahagiaan. Seperti kata Pidi Baiq pada halaman pembuka salah satu novelnya yang berjudul "DILAN": Cinta itu membahagiakan, kalau tidak bahagia artinya kau salah memilih pasangan”. Sederhana saja bukan?

*Penulis: Suriadi, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Ketua Umum eLTIM FBS UNM

======================================================================

Kirim Tulisan, Berita, Opini, Foto atau Karya Sastra Anda ke email  profesi_unm@yahoo.com untuk diterbitkan di rubrik Citizen Journalism Profesi Online. Sertakan juga foto, nama lengkap, jurusan/prodi atau jabatan Anda.



Share this article :
0 Komentar
Tweet
Komentar

0 comments :

Sampaikan tanggapan Anda

Tanpa Anda Kami Belum Lengkap