Berita Terbaru!! :
Home » » Senyum Baru dari Barru

Senyum Baru dari Barru

Admin by Unknown on Sunday 15 February 2015 | 21:27

Putri Adika Lestari.
(Adif - Profesi)
PROFESI-UNM.COM - Aku menemukan senyuman baru dalam hidupku. Senyum, satu kata sejuta makna. Entah senyum itu hanya sekadar sapaan belaka ataukah menjadi bulir-bulir perlakuan yang akan membuka pilar-pilar kebahagiaan. Aku suka menatap satu persatu senyum dari oang-orang di sekitarku. Baik seseorang yang telah lama mengetuk pintu kehidupanku maupun seseorang yang baru saja datang menuntut perkenalan. Bagiku, tak ada hal yang lebih menyenangkan selain menatap senyum seseorang lalu menerka bagaimana pandangan mereka akan kehidupan ini. Dan disinilah aku sekarang. Mencoba menemukan senyum-senyum tulus yang mungkin saja bersedia menghapus segala keluh kesahku. Aku dan senyum baru itu.

***

Hari itu langit mendung. Awan kelabu berarak menyembunyikan senyum sang mentari. Ah, mungkin sebentar lagi, tetes-tetes air akan tumpah ruah di jalan tempat kakiku kini melangkah. Aku Putri, dan dengan segala lika-liku kehidupanku, aku datang ke sini.

Kakiku terhenti. Hatiku meneriakkan kembali gertakan demi gertakan. Benarkah pilihanku untuk datang ke tempat ini? Tidak salahkah keputusanku untuk meninggalkan salah satu kegiatan membanggakan, olimpiade sainsku, hanya untuk mengikuti acara ini? Mungkin tidak. Ya, aku harap tidak.

“Dek, silakan melakukan registrasi ulang terlebih dahulu,” suara berat yang aku yakini berasal dari kakak panitia lagi-lagi menghentikan langkahku. Aku dan teman-teman sekolahku baru saja hendak melakukan perintah panitia ketika guru pembimbingku justru memerintahkan kami untuk segera pergi ke kamar masing-masing. Dan hal yang paling aku takutkan benar-benar terjadi! Kami dipisahkan satu sama lain dan terpaksa berteman kamar dengan orang-orang yang bagi kami masih sangat asing.

***

Rintik air hujan membasahi jaket yang tengah aku kenakan. Berlari menembus tirai-tirai air itu ternyata tidaklah sulit. Aku yang sebelumnya telah berbasa-basi dengan teman kamarku harus mengikuti kembali salah satu aktivitas di Aula balai diklat. Sampai saat itu aku bahkan belum sadar akan sesuatu hal yang akan terjadi dan menambah daftar kenangan dalam catatan-catatan tebal kehidupanku.

Aku mengerutkan dahiku. Apa lagi ini? Panitia bahkan melarang kami yang berasal dari sekolah yang sama untuk duduk berdekatan. Rasanya berat dan asing. Jujur, aku tak terbiasa dan beradaptasi itu tidaklah mudah. Beruntung, malam ini hanya akan ada Technical Meeting. Jadwal yang tidak terlalu padat membuatku terus membayangkan betapa nyamannya untuk segera menutup mata.

Menit itulah aku mendengar suaranya. Menit itulah aku melihat senyum manisnya. Dia yang mengajukan berbagai pertanyaan dengan suara lantang. Dia yang aku lihat sebagai seorang lelaki cerdas. Dia yang baik dan jelas saja tak segan untuk menyapaku. Kini aku membuka catatan tebal kehidupanku. Menuliskan satu nama dengan pena tak kasat mata. Ada seseorang lagi. Senyumnya meyakinkanku, dia mungkin bisa saja masuk dalam kategori ‘teman’. Ya, mungkin.

Waktu bergulir dan berputar bagaikan roda kereta kuda. Senyum hangat dan manis itu selalu terngiang membentuk kepingan kebahagiaan di dalam hidupku. Membawa kegundahan yang awalnya terlelap nyenyak dalam kekelaman hidupku pergi.

Waktu yang terus berputar, hari yang terus berganti lamban semakin membuatku menyadari. Saat-saat berada di dekatnya akan segera berakhir. Pertemanan singkat kami. Pertemuan yang tak pernah direncanakan sebelumnya. Aku sadar, tak genap beberapa hari lagi itu semua kan berubah menjadi kenangan belaka.

“Menurut kamu bagaimana? Tolong beri penilaian,”

“Hmm. Matanya sipit dan senyumnya manis,”

Ah, aku bersumpah. Aku benar-benar jujur saat menyampaikan jawaban singkat itu. Manis, bukan karena aku telah mencicipinya, namun karena aku melihatnya. Benar-benar melihatnya. Kau tahu apa arti dari ‘benar-benar melihat’? Bukan mata, tapi hati.

Dia telah memutarbalikkan keputusan awalku. Memecah belah segala persepsi buruk yang berteriak jika kegiatan ini akan membuatku menyesal. Aku tersenyum lemah. Bukankah ini hebat? Senyuman baru membuat perubahan baru.

***

Apakah matahari tengah marah? Sinar teriknya bahkan terasa membakar kulitku. Peluhku menetes perlahan seiring dengan rasa lelah yang menghinggap. Benteng Rotterdam. Salah satu tempat paling bersejarah di Sulawesi Selatan. Kini aku tengah terduduk di salah satu sisa puing bangunan yang berada di puncak bukit. Bukankah terlihat bodoh membayangkan seseorang membiarkan dirinya terbakar terik matahari di siang hari seperti ini? Biarlah, mungkin aku memang terlihat bodoh. Tapi jika aku menyukainya, apa itu salah?

Aku menatap di kejauhan. Mengapa ada begitu banyak keindahan di dunia ini? Bodoh. Tentu saja itu karena Tuhan! Dan lagi-lagi aku melihatnya. Dia dan senyum manisnya itu. Rasanya ada yang berdenyut. Aku tak tahu apa dan mengapa. Rasanya kini terik matahari tak lagi terasa panas. Rasanya hanya hangat atau mungkin, dingin. Gila!

Namun, senyumku sekejap lenyap. Hari itu semakin dekat. Segala kenangan hanya akan tetap menjadi kenangan. Bisakah aku lari dari kenyataan? Atau bisakah aku pura-pura lupa layaknya seorang yang tengah amnesia? Hatiku memberontak, mengapa selalu ada perpisahan setelah pertemuan?

Cermin hatiku sekejap meluruh. Otakku memutar bayangan-bayangan yang entah kan menjadi kenyataan atau hanya akan menjadi sebuah sulaman dalam mimpi belaka. Aku tercenung. Bisakah aku melupakan semuanya? Dia dan senyumannya itu. Karena aku sadar, esok tak akan ada lagi. Senyum. Tawa. Sikap cerdasnya. Dan segala kepribadiannya. Semuanya akan meluruh, tertiup bahkan terhempas. Izinkan aku melupakannya. Izinkan semua kenangan itu pergi. Karena ini hanya pertemuan singkat. Antara aku dan dia. Ya dia, si pemilik senyuman dari Barru.

*Penulis: Pemenang lomba Menulis Kreatif DJAa 2015. Putri Adika Lestari, Siswi SMAN 1 Sinjai Timur.


======================================================================
Kirim Tulisan, Berita, Opini, Foto atau Karya Sastra Anda ke email  profesi_unm@yahoo.com untuk diterbitkan di rubrik Sivitas Menulis Profesi Online. Sertakan juga foto, nama lengkap, jurusan/prodi atau jabatan Anda.



Share this article :
0 Komentar
Tweet
Komentar

0 comments :

Sampaikan tanggapan Anda

Tanpa Anda Kami Belum Lengkap