Berita Terbaru!! :
Home » » Membaca Perempuan Lewat Perspektif Perempuan

Membaca Perempuan Lewat Perspektif Perempuan

Admin by Thinkpedia Indonesia on Wednesday, 14 January 2015 | 14:40

Int
Judul        : Ayahmu Bulan, Engkau Matahari 
Penulis     : Lily Yulianti Farid
Cetakan   : Pertama, Juli 2012
Penerbit   : Gramedia Pustaka Utama
Halaman  : 255 halaman


PROFESI-UNM.COM - Pembahasan tentang perempuan nampaknya memang tak pernah ada habis-habisnya. Dalam berbagai media, perempuan akan selalu layak untuk diperbincangkan. Mulai dari forum diskusi formal dan nonformal, karya seni, maupun karya sastra.

Dalam Alquran sekalipun, sebegitu istimewanya kaum hawa hingga memiliki nama surah tersendirinya. Apatah lagi, jika perempuan menjadi pokok bahasan yang ditulis dalam sebuah buku.

Lily Yulianti Farid, seorang penulis perempuan terbaik yang dimiliki Indonesia – seperti yang pernah diungkapkan penyair, Sapardi Djoko Damono. Lily menuangkan pemikiran tentang kaumnya lewat beberapa kumpulan cerita pendek. Rangkaian cerita tersebut kemudian menjadi kesatuan dalam buku Ayahmu Bulan, Engkau Matahari. Perempuan menjadi tokoh sentral dalam kumpulan cerita ini dengan berbagai konflik masing-masing.

Judul buku dikutip dari salah satu cerpen berjudul yang sama. Dalam “Ayahmu Bulan, Engkau Matahari” diceritakan tentang kisah seorang anak perempuan, tak pernah sungguh-sungguh mengenal ayahnya. Namun tanpa pernah bertemu pun, si anak tetap merasa selalu dekat dengan si ayah. Berlatarkan kondisi Sulawesi Selatan di tahun ’60-an, Lily piawai menjabarkan konflik batin yang mungkin saja terjadi.

"Ayahmu bulan, engkau matahari. Dua bola langit yang tidak pernah bertemu, tapi saling mencari, saling merindu, saling menjaga..."

Kisah perempuan lain yang cukup menggelitik ialah “Nua, Diani dan Laki-laki Bejat”. Menyiratkan pesan sarkastik, aksi dua pasang sahabat perempuan yang membenci laki-laki bejat. Nua dan Diani sampai melempari rumah laki-laki bejat dengan batu. Pengalaman pribadi memunculkan keberanian perlawanan, meskipun pada akhirnya sisi perempuan yang feminis mulai mencuat.

Cerpen “Rie dan Rei”, juga mampu memberikan kesan tersendiri. Tentang cinta yang malu-malu antara teman masa kecil. Tradisi perempuan yang seakan ditakdirkan untuk selalu menunggu dan menjemput bola. Kegundahan Rie dan Rei akan selalu lenyap apabila mereka bisa lebih jujur dengan diri masing-masing.

Keseluruhan buku ini mengisahkan 17 cerita pendek, dengan konfliknya masing-masing. Lily membawakan cerita-cerita dari ruang dapur sampai wilayah konflik. Dari urusan tepung terigu sampai misi kemanusiaan di Ramallah. Penuturannya pun bervariasi, ada cerita yang cenderung menggunakan kalimat lugas, ada pula yang penuh dengan kiasan metafora. Sebabnya, tiap-tiap cerita akan merefleksikan berbagai hal-hal yang dialami perempuan.

Penggagas Rumata’ Artspace dan Makassar International Writers Festival ini boleh jadi mendulang keberhasilan untuk mengisahkan kaumnya lewat cerita-cerita fiksi. Buku ini mampu menjadi benang merah untuk melihat macam-macam sisi perempuan yang terkadang dikesampingkan. Meskipun bukan hal yang manusiawi bila menilai semua perempuan secara absolut tergambarkan dalam buku ini.

Dan tak dapat ditolak, setiap perempuan cantik dengan dirinya masing-masing. (*)

*Awal Hidayat



Share this article :
0 Komentar
Tweet
Komentar

0 comments :

Sampaikan tanggapan Anda

Tanpa Anda Kami Belum Lengkap