(int) |
Penulis : Yus Ariyanto
Penerbit : Metagraf, Tiga Serangkai
Tebal buku : 228 halaman
Tahun terbit : 2012
“Jurnalis, bila melakukan pekerjaannya dengan semestinya, menanglah penjaga gerbang kebenaran, moralitas, dan suara hati nurani dunia.”
Jurnalis Berkisah, merupakan buku perdana yang dituliskan oleh Yus Ariyanto selama pencapaian hidupnya sebagai seorang penggiat maupun praktisi media. Ia yang kini bekerja di Liputan6.com SCTV berusaha merangkum kisah 10 jurnalis Indonesia yang dianggapnya telah banyak menjalani pergulatan hidup sebagai seorang jurnalis lokal. Diantaranya, Najwa Shihab, Telni Rusmitantri, Metta Dhamasaputra, Maria Hartiningsih, Tosca Santoso, Muhlis Suhaeri, Mauluddin Anwar, Erwin Arnada, Ramdan Malik, dan Linda Christanty.
Dalam bukunya ini, setelah melalui beberapa proses wawancara langsung dengan masing-masing tokoh, Yus menyajikan kisah-kisah perjuangan para jurnalis dengan cukup lancar. Cerita-cerita di dalamnya digali melalui sudut pandang bercerita penulis, namun tanpa mengesampingkan keterangan-keterangan maupun referensi dari tokoh yang diangkat. Satu hal yang begitu dikedepankan dalam setiap kisahnya, keberanian. Bagaimana sejatinya para jurnalis mempertahankan independensinya dalam peliputan berita untuk kepentingan publik. Bagaimana mereka menjunjung tinggi nilai-nilai moral dalam setiap tugas peliputan. Bagaimana mereka mampu membangun keberanian itu lewat perjalanan di dunia pers yang tidak bisa dikatakan singkat.
Sebagaimana salah satu tokoh yang diceritakan penulis, Najwa Shihab yang kini lebih dikenal masyarakat luas lewat program acaranya “Mata Najwa”. Selain menceritakan perjalanan Najwa Shihab dalam menjajaki dunia pers, penulis juga mengisahkan suka duka yang dialami Najwa selama menjalankan program acaranya.
“Saya sengaja memilih diksi ‘penjahat’… Kita terlalu bermanis-manis dengan pelaku white collar crime. Padahal mereka memang memang melakukan kejahatan anggaran. Angle wawancara juga ingin memperlihatkan betapa bobroknya sistem anggaran di DPR,” salah satu kutipan ucapan Najwa dalam buku tersebut.
Masing-masing tokoh jurnalis dikisahkan dalam tatanan yang berbeda-beda, berdasarkan “genre” yang diusung oleh mereka. Seperti Telni Rusmitantri sebagai redaktur pemberitaan infotainment, Cek&Ricek, Metta Dharmasputra yang berhasil membongkar penggelapan dana Asian Agri Group ketika ia menjabat sebagai redaktur desk ekonomi di TEMPO, Maria Hartiningsih sebagai wartawan KOMPAS yang lebih banyak mendedikasikan diri untuk aktivitas-aktivitas kemanusiaan, hingga Erwin Arnada yang sempat masuk penjara selama 2 tahun gara-gara menerbitkan majalah Playboy Indonesia.
Meskipun sekilas buku ini terkesan hambar, karena hanya bercerita kisah para jurnalis, namun teknik penceritaan yang diusung Yus Ariyanto tebrilang unik. Unik, karena proses “pengolahan data”nya terhadap masing-masing tokoh dilakukan pula dengan cara stalker. Sehingga, tak perlu heran ketika menemukan beberapa kutipan-kutipan timeline facebook ataupun twitter di beberapa bagian cerita. Di samping itu, penceritaannya tidak bakal terasa membosankan karena sesekali diselingi oleh penggambaran alias deskripsi pertemuan antara penulis dengan tokoh. (*)
*Imam Rahmanto