Berita Terbaru!! :
Home » , » Membongkar Benteng Fanatisme Menguji Demokrasi Mahasiswa FIS UNM

Membongkar Benteng Fanatisme Menguji Demokrasi Mahasiswa FIS UNM

Admin by Yasir Bakekok on Monday 14 April 2014 | 19:00

"MEMBONGKAR BENTENG FANATISME MENGUJI DEMOKRASI MAHASISWA FIS UNM (Catatan Ringan Menjelang MUFAK Lanjutan)"


"Akhirnya, tentang doktrin-doktrin sesat itu, saya percaya telah cukup mengetahui manfaat yang sebenarnya sehingga tidak akan terperdaya baik oleh janji-janji muluk maupun kelicikan atau pembualan orang yang mengaku lebih tahu daripada yang sesungguhnya mereka ketahui" 
(Rene Descartes in the Book Discourse and Method 1637).

Fakultas Ilmu Sosial
(Yasir - Profesi)

PROFESI-UNM.COM - Frans Magnis Suseno dalam sebuah tulisannya yang berjudul Demokrasi : Tantangan Universal, kemudian mempresentasikan suatu gagasan yang menarik yang patut kiranya untuk kita bedah dan diskusikan bersama sebagai Fungsionaris Lembaga Kemahasiswaan. Dalam tulisannya tersebut terlihat benar bahwa Demokrasi diakui umum sebagai sistem politik di mana sejumlah ciri dan kondisi harus terpenuhi. Ciri tersebut adalah (1) negara hukum, (2) pemerintah berada di bawah kontrol nyata masyarakat, (3) ada pemilihan umum berkala yang bebas ,(4) prinsip mayoritas, (5) adanya jaminan terhadap hak-hak demokratis dasar. Kelima ciri tersebut akemudian dalah syarat dimana demokrasi ditilik dalam arti modern. Tulisan yang subtansinya adalah Menguji claim demokrasi yang meligitamasi dirinya sebagai satu-satunya sistem politik yang sah ini, apabila konsep ini kemudian di-konteks-kan dengan pesta demokrasi yang sesaat lagi akan dihelat dilingkungan Lembaga kemahasiswaan (MUFAK Lanjutan) ini akan sangat menampakkan relevansinya.


Relevansi yang Pertama, adalah sebagai praktek perdana (setelah sekian tahun Vakum menggunakan konsep atau Format ini) penerapan Demokrasi (modern) di lingkungan Lembaga Kemahasiswaan ini, tentu kiranya membutuhkan mental dan strategi serta taktik menggunakan pendekatan baik Politik, sosial, Budaya, atau bahkan ideologi yang dapat mengkonsolidasikan kepentingan delapan Blok besar di Fakultas kita (Struktur Mahasiswa Jurusan/prodi Pend. Sejarah, Pend. PKn, Sosiologi, Pend. sosiologi, Pend. adm Perkantoran, Administrasi Negara, Antropologi, dan Pend. IPS) dibawah naungan Bendera Kebesaran Federasi Mahasiswa FIS UNM atau BEM MAPERWA FIS UNM ketika terbentuk nantinya. dengan sistem yang tetap beralaskan pada culture-budaya yang telah ada dan sesuai dengan kontekstual kondisi FIS hari ini. Yang saya maksud dengan Konsolidasi kepentingan adalah bagaimana struktur kekuasaan (Badan Perumus, steering Commite, Himpunan-Himpunan dan PANPEL) yang telah di berikan kewenangan untuk menyelenggarakan dan mengawal ajang bergengsi Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial ini mampu mendobrak Fanatisme egosentris, ego-ego sectoral masing-masing Jurusan/ Prodi (mahasiswa) terhadap kepentingan kelompoknya dan kemudian mengarahkan, memandu, serta mengharmonisasikan Kepentingan masing -masing Jurusan/ Prodi atau kelompok tersebut dalam satu bingkai kepentingan Besar lagi Kolektif mahasiswa Universitas Negeri Makassar pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial pada khususnya. Pertanyaan yang kemudian muncul dan harus di jawab secara bersama adalah apa kepentingan besar dan kolektif Mahasiswa UNM pada umumnya dan FIS pada khususnya? Pertanyaan ini tentu saja akan mudah untuk dijawab apabila kita sepakat bahwa ajang Musyawarah Fakultas kali ini bukan semata-mata Proses perebutan Jabatan yang membabi-buta dan cenderung menghalalkan segala cara, terlebih lagi apabila Struktur Kekuasaan yang ada sekarang ikut dalam arus Conflict of Interest tersebut, maka hampir bisa dipastikan pertanyaaan diatas tidak akan dapat terjawab dalam waktu yang singkat dan Syarat Demokrasi Modern yang dimaksud Frans diatas dengan Sendirinya akan Gugur.

Relevansi yang Kedua, yang tak kalah relevannya adalah apabila Sistem Politik bernama demokrasi yang akan di dikte dalam proses pengisian jabatan ini, di adopsi secara mentah oleh Stake Holder yang terlibat di dalamnya -mulai dari perumusan regulasi sampai penyelenggaraan MUFAK Lanjutan natinya- dari Demokrasi yang bersifat Arogan dengan mengclaim/melegitimasi keberhasilan sistemnya pada lingkup yang lebih luas, maka penulis pikir Infrastruktur Politik dalam hal ini Kandidat dengan jurusan/prodinya akan kesulitan mengikuti ritme demokrasi tersebut dan tidak menutup kemungkinan tersesat dalam proses ini. Sebagai bentuk penegasan penting dari saya kiranya sistem politik kita senantiasa di uji efektifitas keberlakuannya sembari memperbaiki kelemahan-kelamahannya. Terutama kelemahan regulasi (KONSTITUSI-AD/ART) sebagai Pemandu sah Demokrasi.

Dalam tafsiran bebasnya Fanatisme kemudian diartikan sebagai suatu paham dan keyakinan yang terlalu kuat yang sedikit pun tidak memberikan peluang untuk menerima yang lain. Fanatisme inilah yang kemudian berubah menjadin sebuah variabel berbahaya dalam sebuah iklim yang demokratis. sudah semestinya menjadi tanggung jawab kita bersama untuk membongkar apa yang menjadi akar Fanatisme yang belakangan semakin menguat dalam lingkungan Fakultas kita sebagai pelopor semangat pluralis dan diversitas. ingat pekerjaan ini akan mudah apabila Strukur kekuasaan yang disebut Stakeholder Fakultas, Jurusan/Prodi ikut membantu dengan cara menjembatani kepentingan Kolektif untuk menjadi -seperti yang di bahasakan Cak Nur dalam tulisannya yang bersubtitel Dari Rekonsiliasi Ke Konfrontasi- peredam benturan lempengan budaya organisasi (cultural faults organisasion) di masing-masing Jurusan/Prodi dan tidak memperkeruh proses ini, karena tidak bisa di pungkiri bahwa begitu banyak sumber daya baik anggaran, waktu, energi, bahkan aktivitas akademik yang dikerahkan semata-mata untuk Pesta Demokrasi Kita.

Pada akhirnya memang telah nampak benteng-benteng Fanatisme yang dibangun di kalangan mahasiswa per- Jurusan/Prodi mulai dari MUFAK awal kemarin sampai menjelang MUFAK Lanjutan ini. Apabila tidak dibongkar sesegera mungkin akan mengganggu sistem yang sudah terlanjur besar dan dianut di banyak tempat bernama Demokrasi. Maka penting kiranya menguji sistem berdemokrasi dan penerimaan sistem Politik tersebut bagi Kondisi dan situasi berlandasakan Kearifan Culture Politik dalam lingkungan Kemahasiswaan Fakultas kita. Untuk itulah penulis menguji kemudian dengan menghadapkan secara vis a vis dengan sebuah pendapat seorang filsuf rasionalis yaitu Rene Descartes dalam karyanya berjudul Discourse on Method yang menegaskan “Jika di antara kegiatan manusia yang murni sebagai manusia ada satu yang benar-benar baik dan perlu, saya berani berpendapat bahwa itu adalah kegiatan yang saya pilih”.

Menutup tulisan ini Penulis menaruh harapan yang besar kepada teman-teman, kakandaku penyelenggara MUFAK baik Badan Perumus, Steering Committe, PANPEL, Himpunan-Himpunan dan terutama Pengurus FEMA FIS UNM sebelumnya agar memberikan Pembelajaran Politik yang Baik dan Benar dengan tidak menunjukan sikap-sikap yang Non- elegan, demi Lembaga kedepannya yang lebih baik lagi. saya teringat dengan sebuah pepatah yang dilontarkan oleh Rene Descartes dalam buku yang sama di atas, Rene Descartes kemudian menasehati bahwa suatu pembelajaran yang buruk akan membuat orang (mahasiswa) bergumam dalam hati “saya merasa bahwa dengan belajar saya tidak mendapat lain, selain kesadaran yang semakin tajam bahwa saya tidak tahu apa-apa. sampai jumpa di kerja-kerja Lembaga nantinya. (*)


*Penulis: M. Yunasri Ridhoh mahasiswa jurusan PPKn FIS UNM 2012

Kirim Tulisan, Berita, Opini, Foto atau Karya Sastra Anda ke email redaksi@profesi-unm.com atau profesi_unm@yahoo.com untuk diterbitkan di rubrik Citizen Journalism Profesi Online. Sertakan juga foto, nama lengkap, jurusan/prodi atau jabatan Anda.




Share this article :
0 Komentar
Tweet
Komentar

0 comments :

Sampaikan tanggapan Anda

Tanpa Anda Kami Belum Lengkap